TAKHRIJ HADITS
A. Pengertian
Takhrij Hadits
Kata
takhrij ( (تخريجadalah bentuk mashdar dari (خرّج-يخرّج-تخريجا) yang secara
bahasa berarti mengeluarkan sesuatu dari tempatnya.
Sedang pengertian takhrij al-hadits menurut istilah ada beberapa pengertian, di antaranya ialah:
Sedang pengertian takhrij al-hadits menurut istilah ada beberapa pengertian, di antaranya ialah:
1. Suatu
keterangan bahwa hadits yang dinukilkan ke dalam kitab susunannya itu terdapat
dalam kitab lain yang telah disebutkan nama penyusunnya. Misalnya, penyusun
hadits mengakhiri penulisan haditsnya dengan kata-kata akhrajahul Bukhari
artinya bahwa hadits yang dinukil itu terdapat dalam kitab Jami’us Shahih
Bukhari. Bila ia mengakhirinya dengan kata akhrajahul muslim berarti hadits
tersebut terdapat dalam kitab Shahih Muslim.
2. Suatu
usaha mencari derajat, sanad, dan rawi hadits yang tidak diterangkan oleh
penyusun atau pengarang suatu kitab.
3. Mengemukakan
hadits berdasarkan sumbernya atau berbagai sumber dengan mengikutsertakan
metode periwayatannya dan kualitas haditsnya.
4. Mengemukakan
letak asal hadits pada sumbernya yang asli secara lengkap dengan matarantai
sanad masing-masing dan dijelaskan kualitas hadits yang bersangkutan.
Dari
sekian banyak pengertian takhrij di atas, yang dimaksud takhrij dalam
hubungannya dengan kegiatan penelitian hadits lebih lanjut, maka takhrij
berarti “penelusuran atau pencarian hadits pada berbagai kitab-kitab koleksi
hadits sebagai sumber asli dari hadits yang bersangkutan, yang di dalam sumber
tersebut dikemukakan secara lengkap matan dan matarantai sanad yang
bersangkutan.”
B. Faktor
Penyebab Takhrij Al-Hadits
Adapun
faktor utama yang menyebabkan kegiatan penelitian terhadap hadits (takhrij
al-hadits) dilakukan oleh seorang peneliti hadits adlah sebagai berikut:
1. Mengetahui
asal-usul riwayat hadits yang akan diteliti, maksudnya adalah untuk mengetahui
status dan kualitas hadits dalam hubungannya dengan kegiatan penelitian,
langkah awal yang harus dilakukan oleh seorang peneliti adalah mengetahui
asal-usul periwayatan hadits yang akan diteliti, sebab tanpa mengetahui
asal-usulnya sanad dan matan hadits yang bersangkutan mengalami kesulitan untuk
diketahui matarantai sanadnya sesuai dengan sumber pengambilannya, sehingga
tanpa diketahui secara benar tentang matarantai sanad dan matan, maka seorang
peneliti mengalami kesulitan dalam melakukan penelitian secara baik dan cermat.
Makanya dari faktor ini, kegiatan penelitian hadits (takhrij) dilakukan.
2. Mengetahui
dan mencatat seluruh periwayatan hadits bagi hadits yang akan diteliti, maksudnya
adalah mengingat redaksi hadits yang akan diteliti itu bervariasi antara satu
dengan yang lain, maka diperlukan kegiatan pencarian seorang peneliti terhadap
semua periwayatan hadits yang akan diteliti, sebab boleh jadi salah satu sanad
haadits tersebut berkualitas dha’if dan yang lainnya berkualitas shahih.
3. Mengetahui
ada tidaknya syahid dan mutabi’ pada mata rantai sanad. Mengingat salah satu
sanad hadits yang redaksinya bervariasi itu dimungkinkan ada perawi lain yang
sanadnya mendukung pada sanad hadits yang sedang diteliti, maka sanad hadits
yang sedang diteliti tersebut mungkin kualitasnya dapat dinaikkan tingkatannya
oleh sanad perawi yang mendukungnya. Dari dukungan tersebut, jika terdapat pada
bagian perawi tingkat pertama (yaitu tingkat sahabat) maka dukungan ini dikenal
dengan syahid. Jika dukungan itu terdapat pada bagian perawi tingkat kedua atau
ketiga (seperti pada tingkatan tabi’I atau tabi’it tabi’in), maka disebut
sebagai mutabi’. Dengan demikian, kegiatan penelitian (takhrij) terhadap hadits
dapat dilaksanakan dengan baik jika seorang peneliti dapat mengetahui semua
asal-usul matarantai sanad dan matannya dari sumber pengambilannya. Begitu juga
jalur periwayatan mana yang ada syahid dan mutabi’nya, sehingga kegiatan
penelitian (takhrij) dapat dengan mudah dilakukan secara baik dan benar dengan
menggunakan metode pentakhrijannya.
C. Metode
Takhrij Hadits
Di
dalam melakukan takhrij, ada lima metode yang dapat dijadikan sebagai pedoman,
yaitu:
1. Takhrij
Menurut Lafadz Pertama Matan Hadits
Metode
ini tergantung pada lafadz pertama matan hadits. Hadits-hadits dengan metode
ini dikodifikasi berdasarkan lafadz pertamanya menurut urutan huruf-huruf hijaiyyah,
seperti hadits-hadits yang huruf pertama dan lafadz pertamanya alif, ba’, ta’, dan seterusnya. Seorang
mukharrij yang menggunakan ini haruslah terlebih dahulu mengetahui secara pasti
lafadz pertama dari hadits yang akan ditakhrij¬-nya, setelah itu barulah dia
melihat huruf pertamanya pada kitab-kitab takhrij yang disusun berdasarkan
metode ini, dan huruf kedua, ketiga, dan seterusnya. Seperti contoh jika kita
mau men-takhrij hadits yang berbunyi:
الْكَاذِبِيْنَأَحَدُفَهُوَ
كَذِبٌ أَنَّهُىيَرَهُوَوَحَدِيْثًاعَنِّىحَدَّثَمَنْ
Maka, langkah yang akan
ditempuh dalam penerapan ini adalah menentukan urutan huruf-huruf yang terdapat
pada lafadz pertamanya, dan begitu juga lafadz-lafadz selanjutnya:
a. Lafadz
pertama dari hadits di atas dimulai dengan huruf mim, maka di buka kitab-kitab hadits yang disusun berdasarkan
metode ini pada bab mim.
b. Kemudian
mencari huruf kedua setelah mim,
yaitu nun.
c. Berikutnya
mencari huruf-huruf selanjutnya, yaitu ha,
da, dan tsa. Dan demikianlah
seterusnya mencari huruf-huruf hijaiyyah pada lafadz-lafadz matan hadits
tersebut.
Di
antara kitab-kitab yang menggunakan metode ini adalah:
· Al-Jami’
al-Shaghir min hadis al-Basyir al-Nadzir, karangan al-Suyuthi (w.911 H).
· Al-Fath
al-Kabir fi Dhamm al-Ziyadat ila al-Jami’ al-Shagir, juga karangan al-Suyuthi.
· Jam’al-jawawi’
aw al-Jami’ al-Kabir, juga dikangan oleh al-Suyuthi.
· Al-Jami’
al-Azhar min hadis al-Nabi al-Anwar, oleh al-Minawi (w.1031).
· Hidayat
al-Bari ila Tartib Ahadis al-Bukhari, oleh’Abd al-Rahim ibn ’Anbar al-Thahawi
(w.1365).
· Mu’jam
jami’ al-Ushul fi Ahadis al-Rasul, oleh Imam al-Mubarak ibn Muhammad ibn
al-Atsir al-Jazari.
2. Takhrij
Melalui Kata - Kata dalam Matan Hadits
Metode
ini adalah berdasarkan pada kata-kata yang terdapat dalam matan hadits, baik
berupa isim atau fiil. Hadits-hadits yang dicantumkan adalah berupa potongan
atau bagian dari hadits, dan para ulama yang meriwayatkannya beserta nama
kitab-kitab induk hadits yang dikarang mereka, dicantumkan di bawah potongan
hadits-hadits tersebut.
Penggunaan metode ini akan lebih mudah manakala menitikberatkan pencarian hadits berdasarkan lafadz-lafadznya yang asing dan jarang penggunaannya. Umpamanya, pencarian hadits berikut:
Penggunaan metode ini akan lebih mudah manakala menitikberatkan pencarian hadits berdasarkan lafadz-lafadznya yang asing dan jarang penggunaannya. Umpamanya, pencarian hadits berikut:
مِنْغُلُوْلٍ صَدَقَةًوَلاَ ,طَهُوْرٍ غَيْرِمِنْ صَلاَةًيَقْبَلُ
لاَاللهَ إِنَّ
Dalam pencarian hadits
di atas pada dasarnya dapat ditelusuri melalui kata-kata Thahurin, Shadaqotan, dan Ghululin.
Akan tetapi, dari sekian kata yang dapat dipergunakan, lebih dianjurkan untuk
menggunakan kata ghululin karena kata
tersebut jarang adanya ketimbang kata-kata yang lain dari hadits di atas. Hal
ini di sebabkan agar mudah di dalam mencari sumber hadits tersebut dari mana
asalnya.
3. Takhrij
Melalui Perawi Hadits Pertama
Metode
ini berlandaskan pada perawi pertama suatu hadits, baik perawi tersebut dari
kalangan Shahabat, bila sanadnya muttashil sampai kepada Nabi saw, atau dari
kalangan Thabi’in, apabila hadits tersebut Mursal. Para penyusun kitab-kitab
takhrij dengan metode ini mencantumkan hadits-hadits yang diriwayatkan oleh
para perawi pertama tersebut. Oleh karenanya, sebagai langkah pertama dalam
metode ini adalah mengenal para perawi pertama dari setiap hadits yang hendak
di takhrij, dalam kitab-kitab itu, dan selanjutnya mencari hadits dimaksud di
antara hadits-hadits yang tertera di bawah nama perawi pertama tersebut.
Kitab-kitab
yang disusun berdasarkan metode ini adalah kitab-kitab al-Athraf dan
kitab-kitab Musnad. Kitab al-Athraf adalah kitab yang menghimpun hadits-hadits
yang diriwayatkan oleh setiap Shahabat. Penyusunnya hanya menyebutkan beberapa
kata atau pengertian dari matan hadits, yang dengannya dapat dipahami hadits
dimaksud. Sementara dari segi sanad, seluruh sanad-sanadnya dikumpulkan. Di
antara kitab-kitab al-Athraf ini adalah: Athraf al-Shahihain, karangan Imam Abu
Mas’ud Ibrahim al-Dimasyqi (w.400 H), Athraf al-Kutub al-Sittah, karangan Syams
al-Din al-Maqdisi (w. 507 H), dan lainnya.
Adapun
kitab Musnad adalah kitab yang disusun berdasarkan perawi teratas, yaitu Shahabat,
dan memuat hadits-hadits setiap Shahabat. Kitab ini menyebutkan seorang Shahabat
dan di bawah namanya itu dicantumkan hadits-hadits yang diriwayatkan dari Nabi
saw beserta pendapat dan tafsirannya. Suatu kitab musnad tidaklah memuat
keseluruhan Shahabat, ada diantaranya yang memuat Shahabat dalam jumlah besar
dan ada yang memuat Shahabat-Shahabat yang memiliki kesamaan dalam hal-hal
tertentu, seperti musnad Shahabat yang sedikit riwayatnya, atau musnad sepuluh
Shahabat yang di jamin masuk syurga, atau bahkan ada musnad yang memuat hadits-hadits
dari satu orang Shahabat, seperti musnad Abu Bakar.
Hadits-hadits
yang terdapat di dalam kitab Musnad tidak diatur menurut suatu aturan apapun
dan tidak memiliki nilai atau kualitas yang sama. Dengan demikian, di dalam
musnad terdapat hadits-hadits sahih, hasan, dan dha’if, dan masing-masing tidak
terpisah antara yang satu dengan yang lainnya tetapi dikumpulkan menjadi satu.
Diantara contoh kitab Musnad tersebut adalah Musnad Imam Ahmad bin Hanbal.
4. Takhrij
Berdasarkan Tema Hadits
Metode
ini berdasarkan pada tema dari suatu hadits. Oleh karena itu, untuk melakukan
takhrij dengan metode ini, perlu terlebih dahulu disimpulkan tema dari suatu
hadits yang akan di-takhrij, dan kemudian baru mencarinya melalui tema tersebut
pada kitab-kitab yang disusun menggunakan metode ini. Seringkali suatu hadits
memiliki lebih dari satu tema. Dalam kasus demikian seorang mukharrij harus
mencarinya pada tema-tema yang mungkin di kandung oleh hadits tersebut.

Hadits diatas mengandung beberapa tema, yaitu iman,
tauhid, salat, dan zakat. Berdasarkan tema-tema tersebut, maka hadits di atas
harus dicari di dalam kitab-kitab hadits di bawah tema-tema itu. Dari
keterangan ini jelaslah bahwa takhrij dengan metode ini sangat tergantung
kepada pengenalan terhadap tema hadits, sehingga apabila tema dari suatu hadits
tidak diketahui, maka akan sulitlah untuk melakukan takhrij dengan menggunakan
metode ini.
Diantara karya tulis yang disusun berdasarkan metode
ini adalah:
· Kanz
al-Ummal fi Sunan al-Aqwal wa al-Af’al karangan al-Muttaqi al-Hindi.
· Miftah
Kunuz al-Sunnah oleh A.J Wensink.
· Nashb
al-Rayah fi Takhrij Ahadis al-Hidayah oleh al-Zayla’i.
· Al-Dariyah
fi Takhrij Ahadis al-Hidayah oleh Ibnu Hajar al-Asqholany.
Dan kitab-kitab lainnya yang disusun berdasarkan tema-tema tertentu dalam bidang Fiqh, Hukum, Targhib dan Tarhib, Tafsir, serta Sejarah.
Dan kitab-kitab lainnya yang disusun berdasarkan tema-tema tertentu dalam bidang Fiqh, Hukum, Targhib dan Tarhib, Tafsir, serta Sejarah.
5. Takhrij
Berdasarkan Status Hadits
Metode
ini memperkenalkan suatu upaya baru yang telah dilakukan para ulama hadits
dalam menyusun hadits-hadits, yaitu penghimpunan hadits berdasarkan statusnya.
Karya-karya tersebut sangat membantu sekali dalam proses pencarian hadits
berdasarkan statusnya, seperti Hadits-hadits Qudsi, Hadits Masyhur, Hadits
Mursal, dan lainnya. Seorang peneliti hadits, dengan membuka kitab-kitab
seperti diatas, dia telah melakukan takhrij al-Hadits.
Kitab-kitab
yang disusun berdasarkan metode ini adalah:
· Al-Azhar
al-Mutanatsirah fi al-Akhbar al-Mutawatirahkarangan al-Suyuthi.
· Al-Ittihafat
al-Sanariyyat fi al-Ahadis al-Qudsiyyah karangan al-Madani.
· Al-Marasil
oleh Abu Dawud, dan kitab-kitab sejenis lainnya.
Demikianlah metode-metode takhrij yang dapat dipergunakan oleh para peneliti hadits dalam rangka mengenal hadits-hadits Nabi saw dari segi sanad dan matannya, terutama dari segi statusnya, yaitu diterima (maqbul) dan ditolak (mardud)-nya suatu hadits.
Demikianlah metode-metode takhrij yang dapat dipergunakan oleh para peneliti hadits dalam rangka mengenal hadits-hadits Nabi saw dari segi sanad dan matannya, terutama dari segi statusnya, yaitu diterima (maqbul) dan ditolak (mardud)-nya suatu hadits.
D. Kitab
- Kitab Takhrij Hadits
Ada
beberapa kitab yang diperlukan untuk melakukan takhrij hadits. Adapun
kitab-kitab tersebut adalah sebagai berikut:
1. Hidayatul
bari ila tartibi ahadisil Bukhari
Penyusun
kitab ini adalah Abdur Rahman Ambar al-Misri at-Tahtawi. Kitab ini disusun
khusus untuk mencari hadits-hadits yang termuat dalam kitab Sahih Bukhari.
Lafadz-lafadz hadits disusun menurut aturan urutan huruf abjad Arab. Namun hadits-hadits
yang dikemukakan secara berulang dalam kitab Sahih Bukhari tidak dimuat secara
berulang dalam kamus di atas. Dengan demikian perbedaan lafadz dalam matan hadits
riwayat al-Bukhari tidak dapat diketahui lewat kamus tersebut.
2. Mu’jam
al-Fazi wala siyyama al-Garibu minha fihr litartibi ahadisi sahihi Muslim
Kitab
tersebut merupakan salah satu juz, yakni juz ke-V dari kitab Sahih Muslim yang
dikutip oleh Muhammad Abdul Baqi. Jus V ini merupakan kamus yang di dalamnya di
mulai juz I-V yang berisi:
· Daftar
urutan judul kitab serta nomor hadits dan juz yang memuatnya.
· Daftar
nama para Shahabat Nabi yang meriwayatkan hadits yang termuat dalam kitab Sahih
Muslim.
· Daftar
awal matan hadits dalam bentuk sabda yang tersusun menurut abjad serta
diterangkan nomor-nomor hadits yang diriwayatkan oleh Imam al-Bukhari, bila
kebetulan hadits tersebut juga diriwayatkan oleh Imam Bukhari sendiri.
3. Miftahus
Sahihain
Kitab
ini disusun oleh Muhammad Syarif bin Mustafa al-Tauqiah kitab ini dapat
digunakan untuk mencari hadits-hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari dan
diriwayatkan oleh Muslim. Akan tetapi hadits-hadits yang dimuat dalam kitab ini
hanyalah hadits-hadits yang berupa qauliyah saja, hadits-hadits tersebut
disusun menurut abjad dari awal lafal matan hadis.
4. Al-Bughyatu
fi tartibi ahadisi al-hilyah
Kitab
ini disusun oleh Said Abdul Aziz bin al-Said Muhammad bin Said Siddiq
al-Qammari. Kitab hadits tersebut memuat dan menerangkan hadits-hadits yang
tercantum dalam kitab yang disusun Abu Nuaim al-Asabuni (w.430 H) yang berjudul
Hilyatul auliyai wababaqatul asfiyai. Sejenis dengan kitab tersebut adalah
kitab Miftahut tartibi li ahadisi tarikhul khatib, yang disusun oleh Said Ahmad
bin Said Muhammad bin Said As-Siddiq al-Qammari yang memuat dan menerangkan
hadits-hadits yang tercantum dalam kitab sejarah yang disusun oleh Abu Bakar
bin Ali bin Subit bin Ahmad al-Bagdadi yang dikenal dengan al-Khatib al-Bagdadi
(w.463 H). Susunan kitabnya diberi judul Tarikhul Bagdadi yang terdiri atas
empat jilid.
5. Al-Jami’us
Sagir
Kitab
ini disusun oleh Imam Jalaluddin Abdurrahman As-Suyuti (w. 91 H). Kitab hadits
tersebut memuat hadits-hadits yang terhimpun dalam kitab himpunan kutipan hadits
yang disusun oleh Imam Suyuti juga yaitu Kitab Jam’ul Jawani. Hadits yang
dimuat di dalam kitabjami’us Sagir disusun berdasarkan urutan abjad dari awal
lafal matan hadits. Sebagian dari hadits-hadits itu ada yang ditulis secara
lengkap dan adapula yang ditulis sebagian-sebagian saja, namun telah mengandung
pengertian yang cukup.
Kitab hadits tersebut juga menerangkan nama-nama Shahabat Nabi saw yang meriwayatkan hadits yang bersangkutan dan nama-nama mukharijnya. Selain hampir setiap hadits yang dikutip dijelaskan kualitasnya menurut penilaian yang dilakukan atau disetujui oleh Imam Suyuti.
Kitab hadits tersebut juga menerangkan nama-nama Shahabat Nabi saw yang meriwayatkan hadits yang bersangkutan dan nama-nama mukharijnya. Selain hampir setiap hadits yang dikutip dijelaskan kualitasnya menurut penilaian yang dilakukan atau disetujui oleh Imam Suyuti.
6. Al-mu’jam
al-Mufahras li alfazil hadis nabawi
Penyusun
kitab ini adalah sebuah tim dari kalangan orientalis. Diantara anggota tim yang
paling aktif dalam kegiatan proses peyusunan ialah Dr. Arnold John Weinsinck
(w.1939 M), seorang profesor bahasa-bahasa semit, termasuk bahasa Arab di
Universitas Leiden, negeri Belanda. Kitab ini dimaksudkan untuk mencari hadits
berdasarkan petunjuk lafadz matan hadits. Berbagai lafadz yang disajikan tidak
dibatasi hanya lafadz-lafadz yang berbeda di tengah dan bagian-bagian lain dari
matan hadits. Dengan demikian, kitab Mu’jam mampu memberikan informasi kepada
pencari matan dan sanad hadits, asal saja sebagian dari lafadz matan yang
dicarinya itu telah diketahuinya. Kitab Mu’jam ini terdiri dari tujuh juz dan
dapat digunakan untuk mencari hadits-hadits yang terdapat dalam sembilan kitab
hadits, yakni: Sahih Bukhari, Sahih Muslim, Sunan Abu Dawud, Sunan Turmuzi,
Sunan Nasai, Sunan Ibnu Majjah, Sunan ad-Darimi, Muwatha’ Malik dan Musnad
Ahmad.
E. Manfaat
Takhrij Al-Hadits
Ada
beberapa manfaat dari takhrij al-hadits antara lain sebagai berikut:
1. Memberikan
informasi bahwa suatu hadits termasuk hadits shahih, hasan, ataupun dhaif,
setelah diadakan penelitian dari segi matan maupun sanadnya.
2. Memberikan
kemudahan bagi orang yang mau mengamalkan setelah tahu bahwa suatu hadits
adalah hadits makbul (dapat diterima). Dan sebaliknya tidak mengamalkannya
apabila diketahui bahwa suatu hadits adalah mardud (tertolak).
3. Menguatkan
keyakinan bahwa suatu hadits adalah benar-benar berasal dari Rasulullah saw.
Yang harus kita ikuti karena adanya bukti-bukti yang kuat tentang kebenaran
hadits tersebut, baik dan segi sanad maupun matan.
F. Sejarah
Takhrij Al-Hadits
Penguasaan
para ulama terdahulu terhadap sumber-sumber As-Sunnah begitu luas, sehingga
mereka tidak merasa sulit jika disebutkan suatu hadits untuk mengetahuinya
dalam kitab-kitab As-Sunnah. Ketika semangat belajar sudah melemah, mereka
kesulitan untuk mengetahui tempat-tempat hadits yang dijadikan sebagai rujukan
para ulama dalam ilmu-ilmu syar'i. Maka sebagian dari ulama bangkit dan
memperlihatkan hadits-hadits yang ada pada sebagian kitab dan menjelaskan
sumbernya dari kitab-kitab As-Sunnah yang asli, menjelaskan metodenya, dan
menerangkan hukumnya dari yang shahih atas yang dha'if. Lalu muncullah apa yang
dinamakan dengan "Kutub At-Takhrij" (buku-buku takhrij), yang
diantaranya adalah:
· Takhrij
Ahaadits Al-Muhadzdzab; karya Muhammad bin Musa Al-Hazimi Asy-Syafi'I (wafat
548 H). Dan kitab Al-Muhadzdzab ini adalah kitab mengenai fiqih madzhab
Asy-Syafi'I karya Abu Ishaq Asy-Syairazi.
· Takhrij
Ahaadits Al-Mukhtashar Al-Kabir li Ibni Al-Hajib; karya Muhammad bin Ahmad
Abdul-Hadi Al-Maqdisi (wafat 744 H).
· Nashbur-Rayah
li Ahaadits Al-Hidyah li Al-Marghinani; karya Abdullah bin Yusuf Az-Zaila'I
(wafat 762 H).
· Takhrij
Ahaadits Al-Kasyaf li Az-Zamakhsyari; karya Al-Hafidh Az-Zaila'I juga. [Ibnu
Hajar juga menulis takhrij untuk kitab ini dengan judul Al-Kafi Asy-Syaafi fii
Takhrij Ahaadits Asy-Syaafi].
· Al-Badrul-Munir
fii Takhrijil-Ahaadits wal-Atsar Al-Waqi'ah fisy-Syarhil-Kabir li Ar-Rafi'I;
karya Umar bin 'Ali bin Mulaqqin (wafat 804 H).
· Al-Mughni
'an Hamlil-Asfaar fil-Asfaar fii Takhriji maa fil-Ihyaa' minal-Akhbar; karya
Abdurrahman bin Al-Husain Al-'Iraqi (wafat tahun 806 H).
· Takhrij
Al-Ahaadits allati Yusyiiru ilaihat-Tirmidzi fii Kulli Baab; karya Al-Hafidh
Al-'Iraqi juga.
· At-Talkhiisul-Habiir
fii Takhriji Ahaaditsi Syarh Al-Wajiz Al-Kabir li Ar-Rafi'I; karya Ahmad bin
Ali bin Hajar Al-'Asqalani (wafat 852 H).
· Ad-Dirayah
fii Takhriji Ahaaditsil-Hidayah; karya Al-Hafidh Ibnu Hajar juga.
· Tuhfatur-Rawi
fii Takhriji Ahaaditsil-Baidlawi; karya 'Abdurrauf Ali Al-Manawi (wafat 1031
H).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar