MAKALAH
ISLAMISASI KOTA MESIR
Makalah
Ini Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah SPI
Dosen
Pengampu: Ibu Dra. Hj. Sitty Sumijati,M. Si
DISUSUN OLEH:
MUHAMAD MAULANA YUSUF (1164020103)
JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM
FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN GUNUNG DJATI
BANDUNG
2016
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT, berkat rahmat dan karunia-Nya sehingga
makalah ini dapat diselesaikan. Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas mata
kuliah Sejarah Peradaban Islam (SPI).
Penulis berharap makalah ini dapat bermanfaat dan menambah wawasan bagi penulis
pada khususnya dan bagi semua pembaca pada umumnya. Penulis membuat makalah ini dari
kumpulan buku, dan internet sebagai pedoman membuat makalah.
Sejarah
Peradaban Islam sangat
diperlukan untuk menumbuhkan rasa kecintaan terhadap
perjalanan peradaban Islam dari masa ke masa dan menambah
wawasan tentang peradaban Islam yang sangat luar biasa.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Dosen Mata Kuliah Sejarah Peradaban Islam yaitu Ibu Dra. Hj. Sitty Sumijati, M. Si, teman mahasiswa yang secara langsung maupun tidak
langsung memberikan motivasi dalam pengembangan makalah ini. Penulis menyadari
bahwa makalah ini masih banyak kekurangan dan perlu ditingkatkan lagi mutunya.
Oleh karena itu, kritik dan saran dari berbagai pihak yang membangun sangat
diharapkan.
Bandung, 25
Oktober 2016
Penulis,
DAFTAR ISI
Halaman Judul...............................................................................................
i
Kata Pengantar..............................................................................................
ii
Daftar Isi........................................................................................................
iii
BAB I :
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.........................................................................................
1
B. Rumusan Masalah....................................................................................
1
C. Tujuan dan Manfaat.................................................................................
2
BAB II :
PEMBAHASAN
A. Masuknya Islam ke Mesir........................................................................
3
B. Latar Belakang
Sosial Kebudayaan Islam di Mesir.................................
5
C. Perubahan
Sosial Politik Setelah Islam Datang di Mesir.........................
8
D. Tren Islam Masa
Kini Di Mesir................................................................
9
BAB III :
PENUTUP
A. Kesimpulan..............................................................................................
12
B. Saran........................................................................................................
13
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Islam merupakan
agama yang rahmatan lil alamin yang diperuntukkan bagi umat sepanjang
zaman. Seperti halnya di Arab, Islam di Mesir pun mengalami proses yang sangat
panjang hingga agama tersebut mampu menjadi agama mayoritas dan beranak pinak
hingga kini.
Mesir
sebenarnya telah menerima agama Islam sejak dini. Berawal dari surat yang
dikirim oleh Rasulullah SAW kepada Raja Mesir dikala itu, hingga Rasul menikahi
wanita Mesir yang bernama Maria. Sebenarnya merupakan salah satu trik yang
digunakan Rasul untuk menyebarkan agama Islam di Mesir. Hingga kemudian
perjuangan tersebut dilanjutkan oleh khalifah Umar bin Khattab dan berlanjut
hingga pemimpin-pemimpin Islam setelahnya. Islam mampu diterima di Mesir dengan
berbagai latar belakang sosio-kultural, diantaranya adalah peradaban Mesir yang
tinggi disertai potensi geografis dan budaya yang di milikinya, membuat Mesir
segera “bersinar” ketika Islam masuk kesana.
B.
Rumusan Masalah
A. Bagaimana
proses masuknya Islam di Mesir?
B. Bagaimana latar
belakang sosial kebudayaan Islam di Mesir?
C. Bagaimana
perubahan sosial politik setelah Islam datang di Mesir?
D. Bagaimana tren
Islam masa kini di Mesir?
C.
Tujuan dan Manfaat
Pembuatan makalah ini bertujuan untuk:
1.
Mengetahui proses
masuknya Islam (Islamisasi) di kota
Mesir.
2.
Mengetahui latar
belakang sosial kebudayaan Islam di kota Mesir.
3.
Mengetahui apa
saja perubahan sosial
politik setelah Islam datang ke Mesir.
4.
Mengetahui tren Islam
di kota Mesir sekarang ini.
Adapun manfaat dari dibuatnya makalah ini adalah:
1.
Mendapatkan
ilmu pengetahuan baru proses masuknya Islam ke kota Mesir.
2.
Menambah
pengetahuan baru, mengenai pentingnya mengetahui sejarah peradaban Islam di
kota-kota di dunia.
3.
Dapat
mengkaji materi mata kuliah Sejarah Peradaban Islam.
4.
Dapat
menyuarakan mengenai pendapat dan pemikiran.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Masuknya Islam ke Mesir
Islam menyentuh wilayah Mesir pada
628 Masehi. Ketika itu, Rasulullah mengirim surat pada Gubernur Mukaukis -yang
berada di bawah kekuasaan Romawi- mengajak masuk Islam. Rasul bahkan menikahi
gadis Mesir bernama Maria.
Pada 639 Masehi, ketika Islam di
bawah kepemimpinan Umar bin Khattab, 3000 pasukan Amru bin Ash memasuki Mesir
dan kemudian diperkuat pasukan Zubair bin Awwam berkekuatan 4000 orang.
Mukaukis didukung gereja Kopti menandatangani perjanjian damai. Sejak itu,
Mesir menjadi wilayah kekuasaan pihak Islam. Di masa kekuasaan keluarga Umayyah,
dan kemudian Abbasiyah, Mesir menjadi salah satu provinsi seperti semula.
Mesir baru menjadi pusat kekuasaan
dan juga peradaban muslim baru pada akhir Abad ke-10. Muiz Lidinillah membelot
dari kekuasaan Abbasiyah di Baghdad, untuk membangun kekhalifahan sendiri yang
berpaham Syi’ah. Ia menamai kekhalifahan itu dengan nama Kekhalifahan Fathimiyah
yang diambil dari nama putri Rasul yang menurunkan para pemimpin Syi’ah, yaitu
Fathimah. Pada masa kekuasaannya (953-975), Muiz menugasi panglima perangnya
yang bernama Jawhar al-Siqili untuk membangun ibu kota.
Di dataran tepi Sungai Nil itu kota
Kairo dibangun. Khalifah Muiz membangun Masjid Besar Al-Azhar (dari “Al-Zahra”,
nama panggilan Fathimah) yang dirampungkan pada 17 Ramadhan 359 Hijriyah, 970
Masehi. Inilah yang kemudian berkembang menjadi Universitas Al-Azhar yang kita
ketahui sekarang, yang juga merupakan universitas tertua di dunia saat ini.
Muiz dan para penggantinya, Aziz
Billah (975-996) dan Hakim Biamrillah (996-1021) sangat tertarik pada ilmu
pengetahuan. Peradaban berkembang pesat. Kecemerlangan kota Kairo baik dalam
fisik maupun kehidupan sosialnya mulai menyaingi Baghdad. Khalifah Hakim juga
mendirikan pusat ilmu Bait al-Hikam yang mengoleksi ribuan buku sebagaimana di
Baghdad.
Di masa tersebut, Ibnu Yunus (wafat
1009) menemukan sistem pendulum pengukur waktu yang menjadi dasar arloji
mekanik saat ini. Lalu Hasan ibn Haitham menemukan penjelasan fenomena
“melihat”. Sebelum itu, orang-orang meyakini bahwa orang dapat melihat sesuatu
karena adanya pancaran sinar dari mata menuju obyek yang dilihat. Ibnu Haytham
menemukan bahwa pancaran sinar itu bukanlah dari mata ke benda tersebut,
melainkan sebaliknya dari benda ke mata.
Gangguan politik terus-menerus dari
wilayah sekitarnya menjadikan wibawa Fathimiyah merosot. Pada 564 Hijriah atau
1167 Masehi, Shalahuddin Al-Ayyubi mengambil alih kekuasaan Fathimiyah. Tokoh
Kurdi yang juga pahlawan Perang Salib tersebut membangun Dinasti Ayyubiyah,
yang berdiri disamping Abbasiyah di Baghdad yang semakin lemah.
Shalahuddin tidak menghancurkan
Kairo yang dibangun Fathimiyah. Ia malah melanjutkannya sama antusiasnya. Ia
hanya mengubah paham keagamaan negara dari Syi’ah menjadi Sunni. Sekolah,
masjid, rumah sakit, sarana rehabilitasi penderita sakit jiwa, dan banyak
fasilitas sosial lainnya dibangun. Pada 1250 -delapan tahun sebelum Baghdad
diratakan dengan tanah oleh Hulagu atau bangsa Mongol- kekuasaan diambil alih
oleh kalangan keturunan Turki, pegawai istana keturunan para budak (Mamluk).
Di Istana, saat itu terjadi
persaingan antara militer asal Turki dan Kurdi. Sultan yang baru naik,
Turansyah, dianggap terlalu dekat Kurdi. Tokoh militer Turki, Aybak
bersekongkol dengan ibu tiri Turansyah, Syajarah. Turansyah dibunuh. Aybak dan
Syajarah menikah. Namun Aybak juga membunuh Syajarah, dan kemudian Musa,
keturunan Ayyubiyah, yang sempat diangkatnya.
Di saat Aybak menyebar teror itu,
tokoh berpengaruh Mamluk bernama Baybars mengasingkan diri ke Syria. Ia baru
balik ke Mesir, setelah Aybak wafat dan Ali -anak Aybak- mengundurkan diri
untuk digantikan Qutuz. Qutuz dan Baibars bertempur bersama untuk menahan laju
penghancuran total oleh pasukan Hulagu. Di Ain Jalut, Palestina, pada 13 September
1260 mereka berhasil mengalahkan pasukan Mongol itu. Baybars (1260-1277) yang
dianggap menjadi peletak pondasi Dinasti Mamluk yang sesungguhnya. Ia
mengangkat keturunan Abbasiyah yang telah dihancurkan Hulagu di Baghdad untuk
menjadi khalifah. Ia merenovasi masjid dan Universitas Al-Azhar. Kairo
dijadikannya sebagai pusat peradaban dunia. Ibnu Batutah yang berkunjung ke
Mesir sekitar 1326 tak henti mengagumi Kairo yang waktu itu berpenduduk sekitar
500-600 ribu jiwa atau 15 kali lebih banyak dibanding London di saat yang sama.
Ibnu Batutah tak hanya mengagumi
‘rihlah’, tempat studi keagamaan yang ada hampir di setiap masjid. Ia terpesona
pada pusat layanan kesehatan yang sangat rapi dan “gratis”. Sedangkan Ibnu
Khaldun menyebut: “mengenai dinasti-dinasti di zaman kita, yang paling besar
adalah orang-orang Turki yang ada di Mesir.” Pusat peradaban ini nyaris hancur
di saat petualang barbar Timur Lenk melakukan invasi ke barat. Namun, Sultan
Barquq berhasil menahan laju pasukan Mongol tersebut. Dengan demikian, Mamluk
merupakan pusat kekuasaan yang dua kali mampu mengalahkan tentara Mongol.
Pada akhir abad ke-15, perekonomian
di Mesir menurun. Para pedagang Eropa melalui laut tengah tak lagi harus
tergantung pada Mesir untuk dapat berdagang ke Asia. Pada 1498, mereka
“menemukan” Tanjung Harapan di Afrika Selatan sebagai pintu perdagangan laut ke
Asia. Pada 1517, Kesultanan Utsmani di Turki menyerbu Kairo dan mengakhiri
sejarah 47 sultan di Dinasti Mamluk tersebut.
B.
Latar Belakang Sosial Kebudayaan
Islam di Mesir
Mesir merupakan satu-satunya pusat kebudayaan tertua dibenua Afrika yang
berasal dari tahun 4000 SM. Berkembangnya kebudayaan Mesir tidak lepas dari
pengaruh adanya sungai Nil yang membuat daerah mesir menjadi subur.
Pemerintahan di Mesir kuno dipimpin oleh Fir’aun sebagai Raja yang
diperoleh secara turun temurun dan dibagi menjadi beberapa periode atau zaman.
Mesir menyimpan banyak sekali peninggalan-peninggalan sejarah yang tak ternilai
harganya dan kebudayaan tersebut hanya dapat kita temui di Mesir seperti
Piramyd, Spinx, Mummi, dan lain-lain.
Jasa terpenting yang disumbangkan Mesir bagi kemajuan umat Islam adalah
hasil kegiatannya dalam bidang pengetahuan, pendidikan dan kebudayaan. Sejak
masa pemerintahan Dinasti Fathimiyah, Mesir khususnya Kairo, telah menjadi
pusat intelektual muslim dan kegiatan ilmiah dunia Islam. Pendirian Universitas
Al-Azhar oleh Jauhar al-Katib as-Siqilli pada tanggal 7 Ramadhan 361/22 Juni
972 memainkan peranan yang penting dalam sejarah peradaban Islam.
Pada masa selanjutnya, selama berabad-abad universitas itu menjadi pusat
pendidikan Islam dan tempat pertemuan puluhan ribu mahasiswa muslim yang datang
dari seluruh dunia. Tumbuhnya Mesir sebagai pusat ilmu keislaman didukung oleh
para penguasanya yang sepanjang sejarah menaruh minat besar terhadap ilmu
pengetahuan.
Seorang khalifah dari Dinasti Fathimiyah, al-Hakim (996-1021) mendirikan
Darul Hikmah, yakni pusat pengajaran ilmu kedokteran dan ilmu astronomi. Pada
masa inilah muncul Ibnu Yunus (348-399 H/958-1009 M) seorang astronom besar dan
Ibnu Haitam (354-430 H/965-1039 M) seorang tokoh fisika dan optik. Selain itu,
ia mendirikan Daar al-'Ilm, suatu perpustakaan yang menyediakan jutaan buku
dalam berbagai cabang ilmu pengetahuan. Pada tahun 1013 al-Hakim membentuk
Majelis Ilmu (Lembaga Seminar) di istananya, tempat berkumpulnya sejumlah
ilmuwan untuk mendiskusikan berbagai cabang ilmu. Kegiatan ilmiah ini ternyata
memunculkan sejumlah ilmuwan besar Mesir yang pikiran dan karya-karyanya berpengaruh ke seluruh dunia Islam.
a. Mesir Pra-Modern
1. Proses islamisasi
Mesir
(Afrika Utara) Pra-Islam
Kehidupan sosial masa lalu Afrika
Utara adalah sebuah kehidupan masyarakat pedesaan yang bersifat kesukuan,
nomaden (berpindah-pindah) dan patriarkhi. Ketika daerah ini berada di bawah
kekuasaan Romawi, tak pelak pengaruhnya sangat besar bagi masyarakat Barbar.
Umumnya mereka dipengaruhi oleh elit kota yang mengadopsi bahasa, gagasan , dan
adat istiadat para penguasa. Tetapi elit-elit ini tidak banyak. Selanjutnya,
setelah orang-orang Vandal (Barbar) memperoleh kemenangan, pengaruh Romawi di
sebagian besar Afrika mulai berhenti, kecuali pengaruh ekonomi, dan peradaban
Barbar lama secara bertahap muncul kembali. Dengan demikian dapat dikatakan
bahwa pada abad 1 H/7 M kehidupan sosial Afrika Utara lebih merupakan kehidupan
masyarakat Barbar yang bersifat kesukuan, nomad dan patriarkhi.
2. Kedatangan
Islam di Mesir (Afrika Utara), Proses Islamisasi dan Peletakan Fondasi
Peradaban dan Kebudayaan Islam
Mesir adalah salah-satu kawasan yang
berada di Afrika Utara yang merupakan daerah yang sangat penting bagi
penyebaran agama Islam di daratan Eropa. Ia menjadi pintu gerbang masuknya
Islam ke wilayah yang selama berabad-abad berada di bawah kekuasaan Kristen
sekaligus “benteng pertahanan” Islam untuk wilayah tersebut.
Islam masuk wilayah Afrika Utara pada saat
daerah itu berada di bawah kekuasaan kekaisaran Romawi; sebuah imperium yang
amat luas yang melingkupi beberapa negara dan berjenis-jenis
bangsa manusia.
C.
Perubahan Sosial Politik Setelah Islam datang
di Mesir
Setelah Mesir
menjadi salah satu bagian Islam, Mesir tumbuh dengan mengambil peranan yang
sangat sentral sebagaimana peran-peran sejarah kemanusiaan yang dilakoninya
pada masa yang lalu, misalnya:
1.
Menjadi sentral pengembangan Islam di wilayah
Afrika, bahkan menjadi batu loncatan pengembangan Islam di Eropa lewat selat
Gibraltar (Aljazair dan Tunisia).
2.
Menjadi kekuatan Islam di Afrika, kekuatan
militer dan ekonomi.
3.
Pengembangan Islam di Mesir merupakan napak
tilas terhadap sejarah Islam pada masa Nabi Musa yang mempunyai peranan penting
dalam sejarah kenabian.
4.
Menjadi wilayah penentu dalam pergulatan
perpolitikan umat Islam, termasuk di dalamnya adalah peralihan kekuasaan dari
Khulafaur Rasyidin kepada Daulat Bani Umayyah dengan tergusurnya Ali Bin Abi
Thalib dalam peristiwa “Majlis Tahkim”.
Bagaimanapun Mesir adalah sebuah
tempat yang sarat dengan peran politik dan kesejarahan. Bagaimana tidak,
nampaknya Mesir dilahirkan untuk selalu dapat berperan dan memberikan sumbangan
terhadap perjalanan sejarah Islam itu sendiri. Dari segi ekonomi dan
politik, ia memberikan sumbangan yang cukup besar terutama sektor
perdagangan dan pelabuhan Iskandariyah yang memang sejak kerajaan Romawi Timur
merupakan pelabuhan yang ramai. Sedangkan dari segi pembangunan hukum Islam,
Mesir merupakan daerah yang ikut melahirkan bentuk dan aliran hukum Islam
terutama dengan kehadiran Imam Syafi’i, yang hukum-hukumnya sangat kita kenal.
Setelah kehancuran kerajaan Islam di
Bagdad, Mesir tampil dengan format perpolitikan yang baru, yang berkembang
bersama kerajaan Daulah Fathimiyah. Kerajaan Daulah Bani Fathimiyah adalah
salah satu dari tiga kerajaan besar Islam, yaitu Daulah Safawiyah di Parsi dan
Kerajaan Moghul di India, pasca kejayaan Islam pada masa Daulah Bani Abbasiyah
di Bagdad dan Bani Umayyah di Spanyol. Kehadiran Mesir bersama Daulah Bani
Fathimiyah telah memberikan isyarat adanya kekuatan Islam di saat Islam
mengalami kemunduran. Statement tersebut bukanlah sebuah apologi, karena
bukti-bukti eksistensi kerajaan tersebut sampai saat ini masih dapat kita
jumpai, misalnya berdirinya Universitas Al-Azhar yang sebagai pusat
kajian keilmuan Islam.
D.
Tren Islam Masa Kini di Mesir
Berbicara tentang sejarah peradaban
dan kebudayaan Mesir pada Era Modern memang selalu menarik perhatian dan minat
orang banyak, karena kota ini merupakan simbol peradaban yang ada di dunia
dengan berbagai fase dan keragamannya.
Seperti yang kita ketahui Mesir
terkenal dengan peradaban kuno dan beberapa monumen kuno termegah di dunia,
misalnya Piramyd, Spinx, Kuil Karnak dan Lembah Raja serta Kuil Ramses. Di
Luxor yg berada di kota bagian selatan, sebuah kota modern yang terletak di
kedua tepi timur dan barat Sungai Nil di Mesir bagian utara, terdapat kira-kira
artefak kuno yang mencakup sekitar 65% artefak kuno di seluruh dunia. Inilah
yang menjadikan di masa kini, Mesir diakui secara luas sebagai pusat budaya dan
politikal utama di wilayah Arab dan Timur Tengah.
Sensus penduduk menurut Wikipedia
yang terakhir diambil pada 2004, menulis penduduk mesir sebanyak
76.117.420 dan diprediksikan pada tahun 2005 sebanyak 77.505.756. Hampir
seluruh populasi terpusat di sepanjang Sungai Nil, terutama Iskandariyah dan
Kairo, dan sepanjang Delta Nil dan dekat Terusan Suez. 90% dari penduduk Mesir
adalah penganut Islam, mayoritas Sunni dan sebagian juga menganut ajaran Sufi
lokal. Sekitar 10% penduduk Mesir menganut agama Kristen; 78% dalam denominasi
Koptik (Koptik Ortodoks, Katolik Koptik, dan Protestan Koptik).
Ada pernyataan yang cukup menarik
dari tokoh terkemuka Kristen Koptik, Dr Milad Hana. Beliau
mengatakan bahwa Islam di Mesir berwajah Sunni, berdarah Syi’ah, berhati
Koptik, dan bertulang peradaban Firaun. Pernyataan itu termuat dalam sebuah
bukunya berjudul Qabûlul Âkhâr (menyongsong yang lain). Pernyataan pemikir asal
Mesir di atas sedikit banyak menggambarkan wujud dan perjalanan pluralisme di
Negeri Piramyd ini. Hal ini dapat menjelaskan bahwa masyarakat Mesir dewasa ini
merupakan masyarakat yang beraneka ragam, majemuk, dan unik.
Agama memiliki peranan besar dalam
kehidupan di Mesir. Secara tak resmi, adzan yang dikumandangkan lima kali
sehari menjadi penentu berbagai kegiatan. Kairo juga dikenal dengan berbagai
menara masjid dan gereja. Menurut konstitusi Mesir, semua perundang-undangan
harus sesuai dengan hukum Islam. Negara mengakui mazhab Hanafi. Imam dilatih di
sekolah keahlian untuk imam dan di Universities Al-Azhar, yang memiliki komite
untuk memberikan fatwa untuk masalah agama.
Dalam dua puluh tahun terakhir,
Mesir telah menyaksikan munculnya fenomena Islam yang universal di mana
manifestasinya jelas tampak dalam banyak aspek yang dilakukan oleh masyarakat
Mesir.
Tren Islam di Mesir, pada
kenyataannya, tampaknya lebih luas dan kompleks daripada definisi singkat ini.
Setidaknya ada empat subfenomena yang mewakili gerakan ini, dengan segala
dampaknya yang besar dalam masyarakat. Empat fenomena itu adalah:
1. Al-Azhar yang berada di garis
terdepan dengan semua fakultas dan lembaga-lembaga selain Kementerian Wakaf
termasuk pemerintah, puluhan ribu masjid di seluruh negeri dan proyek-proyek
ekonomi dan sosial.
2. Fenomena tasawuf yang kembali
datang. Saat ini di Mesir terdapat hampir 10 juta orang sebagai anggota biasa.
Kegiatan sufi Mesir tunduk pada UU No 118 tahun 1976, dan dikelola oleh Dewan
Tertinggi Sufi yang terdiri dari sepuluh anggota. Fenomena tasawuf Mesir
terhadap politik dalam beberapa dekade terakhir tampaknya sangat kompleks. Di
satu sisi, golongan sufi mengaku lebih tertarik dengan urusan non-duniawi,
namun di sisi lain, golongan sufi Mesir cukup banyak terlibat dalam urusan
politik, terutama dalam periode saat ini, dengan menunjukkan dukungan bagi
partai yang berkuasa.
3. Salafi adalah fenomena
konservatif-sosial dan keagamaan yang sepenuhnya menolak untuk terlibat dalam
kegiatan politik. Para individunya terutama mencari reformasi keagamaan dan
ketaatan terhadap semua yang ditinggalkan oleh para pendahulu yang saleh dan
memerangi segala yang bernama Bid’ah. Salafisme adalah sebuah fenomena keagamaan
lama di Mesir, sejak awal abad ke-20. Kaum Salafi, baik di masa lalu atau
sekarang, selalu menjauhkan diri dari praktik politik. Belum ditetapkan
organisasi apapun berdasarkan kriteria politik. Tidak ada keraguan bahwa
Salafisme telah merebak luas di Mesir. Ditandai dengan banyaknya perempuan yang
memakai gamis jubah terselubung, atau meningkatnya jumlah masjid milik anggota
Salafi, serta peningkatan jumlah dai Salafi, baik di masjid-masjid dan di
saluran TV. Salafisme, dalam beberapa waktu terakhir, masih mempengaruhi dan
menarik segmen besar di Mesir.
4. Fenomena keempat yang merupakan yang
paling terkenal dari gerakan-gerakan Islam, adalah kelompok sosial-politik yang
moderat dan menentang kekerasan dalam gerakan sosial dan politik, dan dipimpin
oleh Ikhwanul Muslimin.
Mesir
telah menyaksikan satu dekade yang lalu, sejumlah kekerasan kelompok-kelompok
militan Islam yang mengandalkan angkatan bersenjata sebagai satu-satunya cara
untuk menegakkan konsepsi yang berkaitan dengan ide-ide politik Islam. Semuanya
kemudian dibalikkan oleh Ikhwanul Muslimin, namun masih mempunyai banyak benang
merah yang menyatukan ketiga fenomena sebelumnya di atas.
Berdasarkan
keterangan diatas dapat kita lihat ada perkembangan tren keislaman sejak islam
masuk sampai sekarang. Dewasa ini, islam lebih berefek sangat besar dalam kehidupan
sehari-hari bagi warga mesir.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Mesir merupakan negara
Islam yang cukup besar di Afrika. Pada masa Khalifah Umar Bin Khattab, Mesir
dalam penjajahan bangsa Romawi Timur, dan yang menjadi Gubernur Mesir pada saat
itu ialah Mauqauqis. Pada saat itu bangsa Mesir sangat menderita karena
penjajahan yang tidak kenal belas kasihan. Oleh Karena itu, Amr Bin Ash selaku
panglima perang mengusulkan kepada Khalifah Umar Bin Khattab untuk membebaskan
Mesir dari penjajahan Romawi. Usul ini diterima dan pasukan Islam yang membawa
4000 orang siap membebaskan Mesir. Pasukan yang dipimpin Amr ini memasuki
daerah Mesir melalui padang pasir terus mamasuki kota kecil bernama Al Arisy,
dengan mudah pasukan islam menaklukan kota itu. Dari situ pasukan Islam
memasuki kota Al Farma. Di kota ini pasukan Islam mendapat perlawanan. Amr Bin
Ash memerintahkan untuk mengepung kota ini dan setelah 1 bulan kota ini
berhasil direbut.
Dari kota itu pasukan
Islam melanjutkan ke kota Bilbis. Di sini pasukan Islam mendapat bantuan dari
rakyat Mesir. Di kota ini pasukan islam menangkap putri Mauqauqis yang terkenal
sebagai pelindung rakyat Mesir. Putri ini diantar kerumahnya dengan segala
hormat. Dari kota Bilbis pasukan Islam menuju ke Tondamis yang terletak di tepi
sungai Nil.
Di sini Amr Bin Ash mendapat kesulitan karena
banyak pasukan sudah gugur dan pasukan yang masih hidup merasakan rasa lelah
yang luar biasa. Amr Bin Ash pun meminta bantuan ke Khalifah Umar Bin Khattab.
Kepada pasukan yang ada Amr Bin Ash memberikan pidato yang berapi-api sehingga
pasukan Islam dapat menghancurkan benteng Tondamis dan melanjutkan ke kota Ainu
Syam, di perjalanan kota ini pasukan Islam baru mendapat bantuan sebanyak 4000
orang. Setelah Ainu Syam dapat ditaklukan pasukan Islam mempersiapkan
penyerangan ke benteng Babil. Selama 7 bulan benteng Babil dikepung dan
akhirnya benteng terbaru di Mesir dapat di kuasai.
Setelah itu pasukan Islam merebut kota
Iskandaria, maka diadakan perjanjian antara Amr Bin Ash dan Mauqauqis dan sejak
itu Mesir menjadi daerah Islam sepenuhnya. Nama Amr Bin Ash diabadikan menjadi
nama mesjid tertua di Mesir.
B.
Kritik dan Sran
Demikian yang dapat saya paparkan mengenai makalah tentang Islamisasi di Mesir yang menjadi pokok bahasan
dalam makalah ini. tentunya masih banyak kekurangan dan kelemahannya, karena
terbatasnya pengetahuan dan kurangnya rujukan atau referensi yang ada
hubungannya dengan judul makalah ini.
Penulis banyak berharap para
pembaca yang budiman dapat memberikan kiritik dan saran yang membangun kepada
penulis demi sempurnanya makalah ini dan penulisan makalah di kesempatan
berikutnya. Semoga makalah ini berguna bagi penulis pada khususnya juga para
pembaca pada umumnya dan senantiasa tercapainya tujuan dan manfaat dalam
penyusunan makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA
A.
Sumber Buku
Alaiddin Koto, Sejarah
Peradilan Islam, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2012), hlm. 163
Muhammad Syafi’i Antonio, Ensiklopedia Peradapan Islam
Kairo, (Jakarta: Tazkia, 2012), hlm. 126.
B.
Sumber Internet
http//tege-peace-love-blogspot.com/2013/03/18-peradaban-mesir.html.
Maulansyah. “Sejarah
Peradaban Dan Kebudayaan Islam Di Mesir Era-Modern”. 17 Maret 2013.
Admin. “Mesir”. 17
Maret 2013.
Ikhwan. “Empat Fenomena
di Mesir”. 18 Maret 2013.
Herb, Detik. “Sejarah
Islam di Mesir”. 15 Agustus 2013.
Hanik, Umi. “Islam di Mesir”. 20 April 2013.
http://haniekmawon.blogspot.co.id/2013/04/islam-di-mesir.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar