Jumat, 30 Desember 2016

MAKALAH ISLAMISASI MESIR

MAKALAH ISLAMISASI KOTA MESIR
Makalah Ini Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah SPI
Dosen Pengampu: Ibu Dra. Hj. Sitty Sumijati,M. Si


 


DISUSUN OLEH:
MUHAMAD MAULANA YUSUF (1164020103)

JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM
FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN GUNUNG DJATI
BANDUNG

2016




KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT, berkat rahmat dan karunia-Nya sehingga makalah ini dapat diselesaikan. Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah Sejarah Peradaban Islam (SPI). Penulis berharap makalah ini dapat bermanfaat dan menambah wawasan bagi penulis pada khususnya dan bagi semua pembaca pada umumnya. Penulis membuat makalah ini dari kumpulan buku, dan internet sebagai pedoman membuat makalah.
Sejarah Peradaban Islam sangat diperlukan untuk menumbuhkan rasa kecintaan terhadap perjalanan peradaban Islam dari masa ke masa dan menambah wawasan tentang peradaban Islam yang sangat luar biasa.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Dosen Mata Kuliah Sejarah Peradaban Islam yaitu Ibu Dra. Hj. Sitty Sumijati, M. Si, teman mahasiswa yang secara langsung maupun tidak langsung memberikan motivasi dalam pengembangan makalah ini. Penulis menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangan dan perlu ditingkatkan lagi mutunya. Oleh karena itu, kritik dan saran dari berbagai pihak yang membangun sangat diharapkan.


Bandung,  25 Oktober 2016



Penulis,


DAFTAR ISI

Halaman Judul............................................................................................... i
Kata Pengantar.............................................................................................. ii
Daftar Isi........................................................................................................ iii
BAB I    : PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang......................................................................................... 1
B.     Rumusan Masalah.................................................................................... 1
C.     Tujuan dan Manfaat................................................................................. 2
BAB II : PEMBAHASAN
A.    Masuknya Islam ke Mesir........................................................................ 3
B.     Latar Belakang Sosial Kebudayaan Islam di Mesir................................. 5
C.     Perubahan Sosial Politik Setelah Islam Datang di Mesir......................... 8
D.    Tren Islam Masa Kini Di Mesir................................................................ 9
BAB III : PENUTUP
A.    Kesimpulan.............................................................................................. 12
B.     Saran........................................................................................................ 13
DAFTAR PUSTAKA





BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Islam merupakan agama yang rahmatan lil alamin yang diperuntukkan bagi umat sepanjang zaman. Seperti halnya di Arab, Islam di Mesir pun mengalami proses yang sangat panjang hingga agama tersebut mampu menjadi agama mayoritas dan beranak pinak hingga kini.
Mesir sebenarnya telah menerima agama Islam sejak dini. Berawal dari surat yang dikirim oleh Rasulullah SAW kepada Raja Mesir dikala itu, hingga Rasul menikahi wanita Mesir yang bernama Maria. Sebenarnya merupakan salah satu trik yang digunakan Rasul untuk menyebarkan agama Islam di Mesir. Hingga kemudian perjuangan tersebut dilanjutkan oleh khalifah Umar bin Khattab dan berlanjut hingga pemimpin-pemimpin Islam setelahnya. Islam mampu diterima di Mesir dengan berbagai latar belakang sosio-kultural, diantaranya adalah peradaban Mesir yang tinggi disertai potensi geografis dan budaya yang di milikinya, membuat Mesir segera “bersinar” ketika Islam masuk kesana.

B.     Rumusan Masalah
A.    Bagaimana proses masuknya Islam di Mesir?
B.     Bagaimana latar belakang sosial kebudayaan Islam di Mesir?
C.     Bagaimana perubahan sosial politik setelah Islam datang di Mesir?
D.    Bagaimana tren Islam masa kini di Mesir?

C.    Tujuan dan Manfaat
Pembuatan makalah ini bertujuan untuk:
1.      Mengetahui proses masuknya Islam (Islamisasi) di kota Mesir.
2.      Mengetahui latar belakang sosial kebudayaan Islam di kota Mesir.
3.      Mengetahui apa saja perubahan sosial politik setelah Islam datang ke Mesir.
4.      Mengetahui tren Islam di kota Mesir sekarang ini.
Adapun manfaat dari dibuatnya makalah ini adalah:
1.      Mendapatkan ilmu pengetahuan baru proses masuknya Islam ke kota Mesir.
2.      Menambah pengetahuan baru, mengenai pentingnya mengetahui sejarah peradaban Islam di kota-kota di dunia.
3.      Dapat mengkaji materi mata kuliah Sejarah Peradaban Islam.
4.      Dapat menyuarakan mengenai pendapat dan pemikiran.








BAB II
PEMBAHASAN

A.    Masuknya Islam ke Mesir
Islam menyentuh wilayah Mesir pada 628 Masehi. Ketika itu, Rasulullah mengirim surat pada Gubernur Mukaukis -yang berada di bawah kekuasaan Romawi- mengajak masuk Islam. Rasul bahkan menikahi gadis Mesir bernama Maria.
Pada 639 Masehi, ketika Islam di bawah kepemimpinan Umar bin Khattab, 3000 pasukan Amru bin Ash memasuki Mesir dan kemudian diperkuat pasukan Zubair bin Awwam berkekuatan 4000 orang. Mukaukis didukung gereja Kopti menandatangani perjanjian damai. Sejak itu, Mesir menjadi wilayah kekuasaan pihak Islam. Di masa kekuasaan keluarga Umayyah, dan kemudian Abbasiyah, Mesir menjadi salah satu provinsi seperti semula.
Mesir baru menjadi pusat kekuasaan dan juga peradaban muslim baru pada akhir Abad ke-10. Muiz Lidinillah membelot dari kekuasaan Abbasiyah di Baghdad, untuk membangun kekhalifahan sendiri yang berpaham Syi’ah. Ia menamai kekhalifahan itu dengan nama Kekhalifahan Fathimiyah yang diambil dari nama putri Rasul yang menurunkan para pemimpin Syi’ah, yaitu Fathimah. Pada masa kekuasaannya (953-975), Muiz menugasi panglima perangnya yang bernama Jawhar al-Siqili untuk membangun ibu kota.
Di dataran tepi Sungai Nil itu kota Kairo dibangun. Khalifah Muiz membangun Masjid Besar Al-Azhar (dari “Al-Zahra”, nama panggilan Fathimah) yang dirampungkan pada 17 Ramadhan 359 Hijriyah, 970 Masehi. Inilah yang kemudian berkembang menjadi Universitas Al-Azhar yang kita ketahui sekarang, yang juga merupakan universitas tertua di dunia saat ini.
Muiz dan para penggantinya, Aziz Billah (975-996) dan Hakim Biamrillah (996-1021) sangat tertarik pada ilmu pengetahuan. Peradaban berkembang pesat. Kecemerlangan kota Kairo baik dalam fisik maupun kehidupan sosialnya mulai menyaingi Baghdad. Khalifah Hakim juga mendirikan pusat ilmu Bait al-Hikam yang mengoleksi ribuan buku sebagaimana di Baghdad.
Di masa tersebut, Ibnu Yunus (wafat 1009) menemukan sistem pendulum pengukur waktu yang menjadi dasar arloji mekanik saat ini. Lalu Hasan ibn Haitham menemukan penjelasan fenomena “melihat”. Sebelum itu, orang-orang meyakini bahwa orang dapat melihat sesuatu karena adanya pancaran sinar dari mata menuju obyek yang dilihat. Ibnu Haytham menemukan bahwa pancaran sinar itu bukanlah dari mata ke benda tersebut, melainkan sebaliknya dari benda ke mata.
Gangguan politik terus-menerus dari wilayah sekitarnya menjadikan wibawa Fathimiyah merosot. Pada 564 Hijriah atau 1167 Masehi, Shalahuddin Al-Ayyubi mengambil alih kekuasaan Fathimiyah. Tokoh Kurdi yang juga pahlawan Perang Salib tersebut membangun Dinasti Ayyubiyah, yang berdiri disamping Abbasiyah di Baghdad yang semakin lemah.
Shalahuddin tidak menghancurkan Kairo yang dibangun Fathimiyah. Ia malah melanjutkannya sama antusiasnya. Ia hanya mengubah paham keagamaan negara dari Syi’ah menjadi Sunni. Sekolah, masjid, rumah sakit, sarana rehabilitasi penderita sakit jiwa, dan banyak fasilitas sosial lainnya dibangun. Pada 1250 -delapan tahun sebelum Baghdad diratakan dengan tanah oleh Hulagu atau bangsa Mongol- kekuasaan diambil alih oleh kalangan keturunan Turki, pegawai istana keturunan para budak (Mamluk).
Di Istana, saat itu terjadi persaingan antara militer asal Turki dan Kurdi. Sultan yang baru naik, Turansyah, dianggap terlalu dekat Kurdi. Tokoh militer Turki, Aybak bersekongkol dengan ibu tiri Turansyah, Syajarah. Turansyah dibunuh. Aybak dan Syajarah menikah. Namun Aybak juga membunuh Syajarah, dan kemudian Musa, keturunan Ayyubiyah, yang sempat diangkatnya.
Di saat Aybak menyebar teror itu, tokoh berpengaruh Mamluk bernama Baybars mengasingkan diri ke Syria. Ia baru balik ke Mesir, setelah Aybak wafat dan Ali -anak Aybak- mengundurkan diri untuk digantikan Qutuz. Qutuz dan Baibars bertempur bersama untuk menahan laju penghancuran total oleh pasukan Hulagu. Di Ain Jalut, Palestina, pada 13 September 1260 mereka berhasil mengalahkan pasukan Mongol itu. Baybars (1260-1277) yang dianggap menjadi peletak pondasi Dinasti Mamluk yang sesungguhnya. Ia mengangkat keturunan Abbasiyah yang telah dihancurkan Hulagu di Baghdad untuk menjadi khalifah. Ia merenovasi masjid dan Universitas Al-Azhar. Kairo dijadikannya sebagai pusat peradaban dunia. Ibnu Batutah yang berkunjung ke Mesir sekitar 1326 tak henti mengagumi Kairo yang waktu itu berpenduduk sekitar 500-600 ribu jiwa atau 15 kali lebih banyak dibanding London di saat yang sama.
Ibnu Batutah tak hanya mengagumi ‘rihlah’, tempat studi keagamaan yang ada hampir di setiap masjid. Ia terpesona pada pusat layanan kesehatan yang sangat rapi dan “gratis”. Sedangkan Ibnu Khaldun menyebut: “mengenai dinasti-dinasti di zaman kita, yang paling besar adalah orang-orang Turki yang ada di Mesir.” Pusat peradaban ini nyaris hancur di saat petualang barbar Timur Lenk melakukan invasi ke barat. Namun, Sultan Barquq berhasil menahan laju pasukan Mongol tersebut. Dengan demikian, Mamluk merupakan pusat kekuasaan yang dua kali mampu mengalahkan tentara Mongol.
Pada akhir abad ke-15, perekonomian di Mesir menurun. Para pedagang Eropa melalui laut tengah tak lagi harus tergantung pada Mesir untuk dapat berdagang ke Asia. Pada 1498, mereka “menemukan” Tanjung Harapan di Afrika Selatan sebagai pintu perdagangan laut ke Asia. Pada 1517, Kesultanan Utsmani di Turki menyerbu Kairo dan mengakhiri sejarah 47 sultan di Dinasti Mamluk tersebut.

B.     Latar Belakang Sosial Kebudayaan Islam di Mesir
Mesir merupakan satu-satunya pusat kebudayaan tertua dibenua Afrika yang berasal dari tahun 4000 SM. Berkembangnya kebudayaan Mesir tidak lepas dari pengaruh adanya sungai Nil yang membuat daerah mesir menjadi subur.
Pemerintahan di Mesir kuno dipimpin oleh Fir’aun sebagai Raja yang diperoleh secara turun temurun dan dibagi menjadi beberapa periode atau zaman. Mesir menyimpan banyak sekali peninggalan-peninggalan sejarah yang tak ternilai harganya dan kebudayaan tersebut hanya dapat kita temui di Mesir seperti Piramyd, Spinx, Mummi, dan lain-lain.
Jasa terpenting yang disumbangkan Mesir bagi kemajuan umat Islam adalah hasil kegiatannya dalam bidang pengetahuan, pendidikan dan kebudayaan. Sejak masa pemerintahan Dinasti Fathimiyah, Mesir khususnya Kairo, telah menjadi pusat intelektual muslim dan kegiatan ilmiah dunia Islam. Pendirian Universitas Al-Azhar oleh Jauhar al-Katib as-Siqilli pada tanggal 7 Ramadhan 361/22 Juni 972 memainkan peranan yang penting dalam sejarah peradaban Islam.
Pada masa selanjutnya, selama berabad-abad universitas itu menjadi pusat pendidikan Islam dan tempat pertemuan puluhan ribu mahasiswa muslim yang datang dari seluruh dunia. Tumbuhnya Mesir sebagai pusat ilmu keislaman didukung oleh para penguasanya yang sepanjang sejarah menaruh minat besar terhadap ilmu pengetahuan.
Seorang khalifah dari Dinasti Fathimiyah, al-Hakim (996-1021) mendirikan Darul Hikmah, yakni pusat pengajaran ilmu kedokteran dan ilmu astronomi. Pada masa inilah muncul Ibnu Yunus (348-399 H/958-1009 M) seorang astronom besar dan Ibnu Haitam (354-430 H/965-1039 M) seorang tokoh fisika dan optik. Selain itu, ia mendirikan Daar al-'Ilm, suatu perpustakaan yang menyediakan jutaan buku dalam berbagai cabang ilmu pengetahuan. Pada tahun 1013 al-Hakim membentuk Majelis Ilmu (Lembaga Seminar) di istananya, tempat berkumpulnya sejumlah ilmuwan untuk mendiskusikan berbagai cabang ilmu. Kegiatan ilmiah ini ternyata memunculkan sejumlah ilmuwan besar Mesir yang pikiran dan karya-karyanya berpengaruh ke seluruh dunia Islam.



a.       Mesir Pra-Modern
1.      Proses islamisasi Mesir (Afrika Utara) Pra-Islam
Kehidupan sosial masa lalu Afrika Utara adalah sebuah kehidupan masyarakat pedesaan yang bersifat kesukuan, nomaden (berpindah-pindah) dan patriarkhi. Ketika daerah ini berada di bawah kekuasaan Romawi, tak pelak pengaruhnya sangat besar bagi masyarakat Barbar. Umumnya mereka dipengaruhi oleh elit kota yang mengadopsi bahasa, gagasan , dan adat istiadat para penguasa. Tetapi elit-elit ini tidak banyak. Selanjutnya, setelah orang-orang Vandal (Barbar) memperoleh kemenangan, pengaruh Romawi di sebagian besar Afrika mulai berhenti, kecuali pengaruh ekonomi, dan peradaban Barbar lama secara bertahap muncul kembali. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pada abad 1 H/7 M kehidupan sosial Afrika Utara lebih merupakan kehidupan masyarakat Barbar yang bersifat kesukuan, nomad dan patriarkhi.
2.      Kedatangan Islam di Mesir (Afrika Utara), Proses Islamisasi dan Peletakan Fondasi Peradaban dan Kebudayaan Islam
Mesir adalah salah-satu kawasan yang berada di Afrika Utara yang merupakan daerah yang sangat penting bagi penyebaran agama Islam di daratan Eropa. Ia menjadi pintu gerbang masuknya Islam ke wilayah yang selama berabad-abad berada di bawah kekuasaan Kristen sekaligus “benteng pertahanan” Islam untuk wilayah tersebut.
 Islam masuk wilayah Afrika Utara pada saat daerah itu berada di bawah kekuasaan kekaisaran Romawi; sebuah imperium yang amat luas yang melingkupi beberapa negara dan berjenis-jenis bangsa manusia.





C.    Perubahan Sosial Politik Setelah Islam datang di Mesir
Setelah Mesir menjadi salah satu bagian Islam, Mesir tumbuh dengan mengambil peranan yang sangat sentral sebagaimana peran-peran sejarah kemanusiaan yang dilakoninya pada masa yang lalu, misalnya:
1.      Menjadi sentral pengembangan Islam di wilayah Afrika, bahkan menjadi batu loncatan pengembangan Islam di Eropa lewat selat Gibraltar (Aljazair dan Tunisia).
2.      Menjadi kekuatan Islam di Afrika, kekuatan militer dan ekonomi.
3.      Pengembangan Islam di Mesir merupakan napak tilas terhadap sejarah Islam pada masa Nabi Musa yang mempunyai peranan penting dalam sejarah kenabian.
4.      Menjadi wilayah penentu dalam pergulatan perpolitikan umat Islam, termasuk di dalamnya adalah peralihan kekuasaan dari Khulafaur Rasyidin kepada Daulat Bani Umayyah dengan tergusurnya Ali Bin Abi Thalib dalam peristiwa “Majlis Tahkim”.
Bagaimanapun Mesir adalah sebuah tempat yang sarat dengan peran politik dan kesejarahan. Bagaimana tidak, nampaknya Mesir dilahirkan untuk selalu dapat berperan dan memberikan sumbangan terhadap perjalanan sejarah Islam itu sendiri.  Dari segi ekonomi dan politik,  ia memberikan sumbangan yang cukup besar terutama sektor perdagangan dan pelabuhan Iskandariyah yang memang sejak kerajaan Romawi Timur merupakan pelabuhan yang ramai. Sedangkan dari segi pembangunan hukum Islam, Mesir merupakan daerah yang ikut melahirkan bentuk dan aliran hukum Islam terutama dengan kehadiran Imam Syafi’i, yang hukum-hukumnya sangat kita kenal.
Setelah kehancuran kerajaan Islam di Bagdad, Mesir tampil dengan format perpolitikan yang baru, yang berkembang bersama kerajaan Daulah Fathimiyah. Kerajaan Daulah Bani Fathimiyah adalah salah satu dari tiga kerajaan besar Islam, yaitu Daulah Safawiyah di Parsi dan Kerajaan Moghul di India, pasca kejayaan Islam pada masa Daulah Bani Abbasiyah di Bagdad dan Bani Umayyah di Spanyol. Kehadiran Mesir bersama Daulah Bani Fathimiyah telah memberikan isyarat adanya kekuatan Islam di saat Islam mengalami kemunduran. Statement tersebut bukanlah sebuah apologi, karena bukti-bukti eksistensi kerajaan tersebut sampai saat ini masih dapat kita jumpai, misalnya berdirinya  Universitas Al-Azhar yang sebagai pusat kajian keilmuan Islam.

D.    Tren Islam Masa Kini di Mesir
Berbicara tentang sejarah peradaban dan kebudayaan Mesir pada Era Modern memang selalu menarik perhatian dan minat orang banyak, karena kota ini merupakan simbol peradaban yang ada di dunia dengan berbagai fase dan keragamannya.
Seperti yang kita ketahui Mesir terkenal dengan peradaban kuno dan beberapa monumen kuno termegah di dunia, misalnya Piramyd, Spinx, Kuil Karnak dan Lembah Raja serta Kuil Ramses. Di Luxor yg berada di kota bagian selatan, sebuah kota modern yang terletak di kedua tepi timur dan barat Sungai Nil di Mesir bagian utara, terdapat kira-kira artefak kuno yang mencakup sekitar 65% artefak kuno di seluruh dunia. Inilah yang menjadikan di masa kini, Mesir diakui secara luas sebagai pusat budaya dan politikal utama di wilayah Arab dan Timur Tengah.
Sensus penduduk menurut Wikipedia yang terakhir diambil pada 2004, menulis penduduk mesir sebanyak 76.117.420 dan diprediksikan pada tahun 2005 sebanyak 77.505.756. Hampir seluruh populasi terpusat di sepanjang Sungai Nil, terutama Iskandariyah dan Kairo, dan sepanjang Delta Nil dan dekat Terusan Suez. 90% dari penduduk Mesir adalah penganut Islam, mayoritas Sunni dan sebagian juga menganut ajaran Sufi lokal. Sekitar 10% penduduk Mesir menganut agama Kristen; 78% dalam denominasi Koptik (Koptik Ortodoks, Katolik Koptik, dan Protestan Koptik).
Ada pernyataan yang cukup menarik dari tokoh terkemuka Kristen Koptik, Dr Milad Hana. Beliau mengatakan bahwa Islam di Mesir berwajah Sunni, berdarah Syi’ah, berhati Koptik, dan bertulang peradaban Firaun. Pernyataan itu termuat dalam sebuah bukunya berjudul Qabûlul Âkhâr (menyongsong yang lain). Pernyataan pemikir asal Mesir di atas sedikit banyak menggambarkan wujud dan perjalanan pluralisme di Negeri Piramyd ini. Hal ini dapat menjelaskan bahwa masyarakat Mesir dewasa ini merupakan masyarakat yang beraneka ragam, majemuk, dan unik.
Agama memiliki peranan besar dalam kehidupan di Mesir. Secara tak resmi, adzan yang dikumandangkan lima kali sehari menjadi penentu berbagai kegiatan. Kairo juga dikenal dengan berbagai menara masjid dan gereja. Menurut konstitusi Mesir, semua perundang-undangan harus sesuai dengan hukum Islam. Negara mengakui mazhab Hanafi. Imam dilatih di sekolah keahlian untuk imam dan di Universities Al-Azhar, yang memiliki komite untuk memberikan fatwa untuk masalah agama.
Dalam dua puluh tahun terakhir, Mesir telah menyaksikan munculnya fenomena Islam yang universal di mana manifestasinya jelas tampak dalam banyak aspek yang dilakukan oleh masyarakat Mesir.
Tren Islam di Mesir, pada kenyataannya, tampaknya lebih luas dan kompleks daripada definisi singkat ini. Setidaknya ada empat subfenomena yang mewakili gerakan ini, dengan segala dampaknya yang besar dalam masyarakat. Empat fenomena itu adalah:
1.      Al-Azhar yang berada di garis terdepan dengan semua fakultas dan lembaga-lembaga selain Kementerian Wakaf termasuk pemerintah, puluhan ribu masjid di seluruh negeri dan proyek-proyek ekonomi dan sosial.
2.      Fenomena tasawuf yang kembali datang. Saat ini di Mesir terdapat hampir 10 juta orang sebagai anggota biasa. Kegiatan sufi Mesir tunduk pada UU No 118 tahun 1976, dan dikelola oleh Dewan Tertinggi Sufi yang terdiri dari sepuluh anggota. Fenomena tasawuf Mesir terhadap politik dalam beberapa dekade terakhir tampaknya sangat kompleks. Di satu sisi, golongan sufi mengaku lebih tertarik dengan urusan non-duniawi, namun di sisi lain, golongan sufi Mesir cukup banyak terlibat dalam urusan politik, terutama dalam periode saat ini, dengan menunjukkan dukungan bagi partai yang berkuasa.
3.      Salafi adalah fenomena konservatif-sosial dan keagamaan yang sepenuhnya menolak untuk terlibat dalam kegiatan politik. Para individunya terutama mencari reformasi keagamaan dan ketaatan terhadap semua yang ditinggalkan oleh para pendahulu yang saleh dan memerangi segala yang bernama Bid’ah. Salafisme adalah sebuah fenomena keagamaan lama di Mesir, sejak awal abad ke-20. Kaum Salafi, baik di masa lalu atau sekarang, selalu menjauhkan diri dari praktik politik. Belum ditetapkan organisasi apapun berdasarkan kriteria politik. Tidak ada keraguan bahwa Salafisme telah merebak luas di Mesir. Ditandai dengan banyaknya perempuan yang memakai gamis jubah terselubung, atau meningkatnya jumlah masjid milik anggota Salafi, serta peningkatan jumlah dai Salafi, baik di masjid-masjid dan di saluran TV. Salafisme, dalam beberapa waktu terakhir, masih mempengaruhi dan menarik segmen besar di Mesir.
4.      Fenomena keempat yang merupakan yang paling terkenal dari gerakan-gerakan Islam, adalah kelompok sosial-politik yang moderat dan menentang kekerasan dalam gerakan sosial dan politik, dan dipimpin oleh Ikhwanul Muslimin.
Mesir telah menyaksikan satu dekade yang lalu, sejumlah kekerasan kelompok-kelompok militan Islam yang mengandalkan angkatan bersenjata sebagai satu-satunya cara untuk menegakkan konsepsi yang berkaitan dengan ide-ide politik Islam. Semuanya kemudian dibalikkan oleh Ikhwanul Muslimin, namun masih mempunyai banyak benang merah yang menyatukan ketiga fenomena sebelumnya di atas.
Berdasarkan keterangan diatas dapat kita lihat ada perkembangan tren keislaman sejak islam masuk sampai sekarang. Dewasa ini, islam lebih berefek sangat besar dalam kehidupan sehari-hari bagi warga mesir.





BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Mesir merupakan negara Islam yang cukup besar di Afrika. Pada masa Khalifah Umar Bin Khattab, Mesir dalam penjajahan bangsa Romawi Timur, dan yang menjadi Gubernur Mesir pada saat itu ialah Mauqauqis. Pada saat itu bangsa Mesir sangat menderita karena penjajahan yang tidak kenal belas kasihan. Oleh Karena itu, Amr Bin Ash selaku panglima perang mengusulkan kepada Khalifah Umar Bin Khattab untuk membebaskan Mesir dari penjajahan Romawi. Usul ini diterima dan pasukan Islam yang membawa 4000 orang siap membebaskan Mesir. Pasukan yang dipimpin Amr ini memasuki daerah Mesir melalui padang pasir terus mamasuki kota kecil bernama Al Arisy, dengan mudah pasukan islam menaklukan kota itu. Dari situ pasukan Islam memasuki kota Al Farma. Di kota ini pasukan Islam mendapat perlawanan. Amr Bin Ash memerintahkan untuk mengepung kota ini dan setelah 1 bulan kota ini berhasil direbut.
Dari kota itu pasukan Islam melanjutkan ke kota Bilbis. Di sini pasukan Islam mendapat bantuan dari rakyat Mesir. Di kota ini pasukan islam menangkap putri Mauqauqis yang terkenal sebagai pelindung rakyat Mesir. Putri ini diantar kerumahnya dengan segala hormat. Dari kota Bilbis pasukan Islam menuju ke Tondamis yang terletak di tepi sungai Nil.
 Di sini Amr Bin Ash mendapat kesulitan karena banyak pasukan sudah gugur dan pasukan yang masih hidup merasakan rasa lelah yang luar biasa. Amr Bin Ash pun meminta bantuan ke Khalifah Umar Bin Khattab. Kepada pasukan yang ada Amr Bin Ash memberikan pidato yang berapi-api sehingga pasukan Islam dapat menghancurkan benteng Tondamis dan melanjutkan ke kota Ainu Syam, di perjalanan kota ini pasukan Islam baru mendapat bantuan sebanyak 4000 orang. Setelah Ainu Syam dapat ditaklukan pasukan Islam mempersiapkan penyerangan ke benteng Babil. Selama 7 bulan benteng Babil dikepung dan akhirnya benteng terbaru di Mesir dapat di kuasai.
 Setelah itu pasukan Islam merebut kota Iskandaria, maka diadakan perjanjian antara Amr Bin Ash dan Mauqauqis dan sejak itu Mesir menjadi daerah Islam sepenuhnya. Nama Amr Bin Ash diabadikan menjadi nama mesjid tertua di Mesir. 

B.     Kritik dan Sran
Demikian yang dapat saya paparkan mengenai makalah tentang Islamisasi di Mesir yang menjadi pokok bahasan dalam makalah ini. tentunya masih banyak kekurangan dan kelemahannya, karena terbatasnya pengetahuan dan kurangnya rujukan atau referensi yang ada hubungannya dengan judul makalah ini.
Penulis banyak berharap para pembaca yang budiman dapat memberikan kiritik dan saran yang membangun kepada penulis demi sempurnanya makalah ini dan penulisan makalah di kesempatan berikutnya. Semoga makalah ini berguna bagi penulis pada khususnya juga para pembaca pada umumnya dan senantiasa tercapainya tujuan dan manfaat dalam penyusunan makalah ini.






DAFTAR PUSTAKA

A.    Sumber Buku
Alaiddin Koto, Sejarah Peradilan Islam, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2012), hlm. 163 
Muhammad Syafi’i Antonio, Ensiklopedia Peradapan Islam Kairo, (Jakarta: Tazkia, 2012), hlm. 126.

B.     Sumber Internet
http//tege-peace-love-blogspot.com/2013/03/18-peradaban-mesir.html.

Maulansyah. “Sejarah Peradaban Dan Kebudayaan Islam Di Mesir Era-Modern”. 17 Maret 2013.

Admin. “Mesir”. 17 Maret 2013.

Ikhwan. “Empat Fenomena di Mesir”. 18 Maret 2013.

Herb, Detik. “Sejarah Islam di Mesir”. 15 Agustus 2013.

Hanik, Umi. “Islam di Mesir”. 20 April 2013.
http://haniekmawon.blogspot.co.id/2013/04/islam-di-mesir.html

Tidak ada komentar: